Ketika Bully Menjadi Budaya Didikan Ortu Jaman Old

Kebanyakan orang tua jaman dahulu memberi cap dan nama kesayangan bagi anaknya dalam bentuk sindiran fisik seperti "Si Gosong", "Si Kribo, "Si Jabrik", "Gendut", "Cungkring", dan lain sebagainya. Mereka tidak kenal dengan kata bully, apalagi mengerti dampak psikologis panggilan tersebut bagi anak. 

Di era 80-an hingga awal 2000-an, banyak orang tua mendidik anak-anaknya dengan cara tersebut yang kini dianggap kontroversial. 


Julukan-julukan seperti di atas tergantung pada kondisi fisik atau kebiasaan mereka. Bagi generasi jaman old, mungkin itu dianggap wajar, bahkan tanda sayang atau bentuk keakraban. Namun, bagi generasi saat ini yang lebih sadar akan pentingnya kesehatan mental, cara seperti itu justru bisa meninggalkan luka batin. Kalimat-kalimat bernada ejekan ini bisa memengaruhi rasa percaya diri anak, membentuk citra diri negatif, hingga menciptakan trauma yang terbawa hingga dewasa. 

Baca juga: Indonesia’s Unique Cultures That Every International Visitor Must Experience

Mengapa ortu jaman dulu melakukan itu?

Sebagian besar orang tua jaman dulu tidak mendapat pendidikan tentang parenting yang mendalam. Mereka mendidik berdasarkan pengalaman hidup, kebiasaan masyarakat, dan pola asuh turun-temurun. Di masa itu, anak-anak dianggap harus kuat dan tahan banting. Kata-kata kasar atau ejekan dianggap sebagai motivasi agar anak “tidak manja” atau “belajar dari kekurangan”.

Sayangnya, pendekatan ini mengabaikan aspek emosional dan perkembangan psikologis anak. Banyak anak yang tumbuh merasa tidak cukup baik, terus membandingkan diri dengan orang lain, dan sulit menerima diri sendiri. 


Dampaknya bagi generasi sekarang

Beberapa orang yang dibesarkan dengan cara ini berhasil menjadi pribadi tangguh. Namun, tidak sedikit pula yang mengalami krisis identitas, kecemasan, bahkan depresi. Mereka mungkin menjadi orang tua yang lebih berhati-hati dalam berkata, namun juga membawa luka batin yang belum pulih.

Kini, semakin banyak yang sadar bahwa pendidikan dan pengasuhan tidak hanya soal disiplin, tapi juga empati dan komunikasi yang sehat. Anak-anak butuh dukungan, pengakuan, dan kata-kata yang membangun, bukan merendahkan. 


Bagaimana seharusnya?

Orang tua masa kini bisa belajar dari kesalahan masa lalu. Menghindari julukan negatif, memilih kata yang membangun, dan mengenalkan konsep keberagaman sejak dini adalah langkah awal yang penting. Setiap anak unik dan berharga, tanpa perlu dibanding-bandingkan atau diberi label berdasarkan penampilan fisik.

Mengakhiri pola pengasuhan dengan kalimat bully adalah bagian dari menciptakan generasi yang lebih sehat secara mental. Mendidik dengan cinta dan empati bukan berarti memanjakan, melainkan membekali anak dengan rasa percaya diri dan harga diri yang kuat. 

Baca juga: Idul Adha: Cara Sehat Nikmati Daging Kurban

Adakah di antara teman-teman yang mengalami didikan ortu jaman old seperti ini? Bagaimana pengalaman teman-teman? Apa dampaknya? Yuk share di kolom komentar. 



Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url